Thursday, May 23, 2013

Ganja Kurangi Risiko Diabetes

Reyoet: Banyak yang pro dan kontra dengan tumbuhan budidaya penghasil serat yang satu ini. Tumbuhan ini lebih dikenal karena kandungan zat narkotika pada bijinya. Menurut penelitiam, orang yang rutin merokok ganja memiliki risiko lebih rendah terkena diabetes, namun tetap perlu diperhatikan dosis penggunaannya.

Dalam studi yang dipublikasikan di The American Journal of Medicine diketahui, hormon insulin pengguna ganja 16 persen lebih rendah daripada yang tidak pernah merokok ganja sehingga dapat mengontrol gula darah dengan baik. Namun tetap perlu diperhatikan dosis penggunaannya. Sebaiknya tetap dalam pengawasan dokter agar tidak menimbulkan hal yang tidak diinginkan.

Selain untuk diabetes, mariyuana atau rokok berbahan ganja umumnya digunakan oleh pasien yang menderita kanker, multiple sclerosis dan kondisi menyakitkan lainnya. Penelitian yang dilakukan Pusat PewResearch untuk orang dan pers menunjukan untuk pertama kalinya dalam 40 tahun 52 persen mengatakan ganja medis segera disahkan, dan 72 persen menginginkan tindakan keras terhadap pengguna obat ini.

Di Inggris hal ini telah dilisensi oleh badan pengatur obat dan produk kesehatan, tetapi tetap saja pasien sulit untuk mendapatkannya karena NHS menolak untuk dijadikan resep. Dalam studi tersebut, peneliti menganalisis data yang diperoleh National Health and Nutrition Survey pada 2005 dan 2010.

Mereka mempelajari data dari 4.657 pasien yang menyelesaikan kuesioner tentang penggunaan narkoba. Dari jumlah tersebut, 579 adalah pengguna ganja saat ini dan 1.975 menggunakannya di masa lalu sedangkan 2.103 tidak pernah menghirup atau menggunakan ganja.

Diketahui pengguna ganja memiliki kadar insulin lebih rendah dibanding partisipan yang tidak pernah menggunakan ganja sama sekali.

"Kami sangat membutuhkan banyak penelitian lebih lanjut, dan memikirkan baik jangka pendek dan jangka panjang dari efek ganja jika dipergunakan sebagai obat dari penyakit seperti kanker, diabetes dan kerapuhan di usia lanjut," ujar Joseph ALpert, Profesor Kedokteran di University of Arizona College og Medicine seperti dikutip dari Dailymail, Kamis (23/5/2013).

No comments:

Post a Comment

KOMENTAR ANDA SANGAT KAMI HARAPKAN UNTUK PENGEMBANGAN BLOG INI, TERIMA KASIH

Followers