Reyoet, Jakarta: Semakin meluasnya jenis orientasi seksual
mendorong perlunya memiliki "gaydar" (gay radar). Gaydar adalah istilah
yang dipakai luas untuk kemampuan menilai orientasi seksual orang lain
dengan cepat. Bahkan beberapa orang memang benar-benar memiliki
kemampuan unik ini.
Menurut penelitian yang dilakukan Joshua Tabak, mahasiswa pascasarjana psikologi di University of Washington, Seattle, kemampuan ini memiliki manfaat yang cukup signifikan.
Tabak meminta 129 mahasiswa untuk mengidentifikasi orientasi sosial 96 pria dan wanita muda lewat fotonya. Hasilnya, 65 persen partisipan dapat mengidentifikasi lesbian/wanita normal dan 57 persen partisipan dapat mengidentifikasi gay/pria normal dari ke-96 foto tersebut.
Menurut penelitian yang dilakukan Joshua Tabak, mahasiswa pascasarjana psikologi di University of Washington, Seattle, kemampuan ini memiliki manfaat yang cukup signifikan.
Tabak meminta 129 mahasiswa untuk mengidentifikasi orientasi sosial 96 pria dan wanita muda lewat fotonya. Hasilnya, 65 persen partisipan dapat mengidentifikasi lesbian/wanita normal dan 57 persen partisipan dapat mengidentifikasi gay/pria normal dari ke-96 foto tersebut.
Wajah-wajah
yang ada di foto itu tidak memakai kacamata atau perhiasan. Kesemuanya
juga tidak memiliki bekas luka, janggut, kumis ataupun bekas tindikan.
Namun
ketika wajah-wajah tersebut ditampilkan dalam kondisi terbalik, akurasi
identifikasi yang dilakukan partisipan menurun menjadi 61 persen untuk
lesbian/wanita normal dan 53 persen untuk gay/pria normal. Namun,
tingkat akurasi itu masih lebih tinggi daripada identifikasi yang
dilakukan secara kebetulan saja, kata peneliti.
Temuan yang dipublikasikan di jurnal PLoS One ini menunjukkan bahwa banyak orang yang secara sadar membuat pembedaan terhadap homoseksual dan orang normal.
"Hal
ini mungkin mirip dengan bagaimana kita tidak harus berpikir panjang
untuk mengatakan orang itu pria atau wanita, berkulit hitam atau putih.
Informasi semacam ini pun akan terus dihadapkan pada kita dalam
kehidupan sehari-hari," tambahnya seperti dirilis dari Health24, Rabu (11/12/2013).
Tabak
mengaku temuan ini menantang teori bahwa jika orang-orang merahasiakan
orientasi seksualnya maka diskriminasi terhadap homoseksual, lesbian dan
biseksual takkan pernah ada. Menurutnya, argumen ini justru dibuat oleh
orang-orang yang tak setuju dengan kebijakan anti-diskriminasi bagi
kelompok tersebut.
Meski begitu, Tabak tak menemukan alasan
mengapa beberapa orang memiliki "radar gay" yang lebih baik dari
lainnya. Tabak hanya menduga bahwa "orang-orang dari generasi yang lebih
tua atau kultur yang berbeda bisa saja tumbuh dewasa tanpa pernah
berinteraksi dengan gay" sehingga kurang akurat dalam mengidentifikasi
gay atau orang normal.
No comments:
Post a Comment
KOMENTAR ANDA SANGAT KAMI HARAPKAN UNTUK PENGEMBANGAN BLOG INI, TERIMA KASIH