Reyoet, Jakarta: Dengan semakin meningkatnya jumlah wanita muda
penderita kanker serviks, apalagi dengan semakin meluasnya penyebaran
infeksi HIV, maka metode diagnosis yang baru dan lebih sederhana untuk
kanker serviks sangat dibutuhkan. Untuk itu, ilmuwan telah menemukan
bahwa cuka bisa bermanfaat untuk mendiagnosis kanker serviks.
Dr. Cindy Firnhaber dari Helen Joseph Hospital di Johannesburg pun mengungkapkan bahwa kasus kanker serviks terus meningkat dan wanita yang terkena HIV positif juga berada pada risiko infeksi tinggi.
Dr. Cindy Firnhaber dari Helen Joseph Hospital di Johannesburg pun mengungkapkan bahwa kasus kanker serviks terus meningkat dan wanita yang terkena HIV positif juga berada pada risiko infeksi tinggi.
"Di
masa lalu banyak wanita yang meninggal akibat TBC atau meningitis dan
infeksi lainnya sehingga mereka tidak hidup lebih lama untuk merasakan
kanker serviks. Namun sekarang kita tahu kita akan lebih banyak melihat
kasus kanker serviks sehingga kita perlu lebih agresif dalam melakukan scanning dan pengobatan dini," kata Firnhaber seperti dilansir dari Health24, Senin (28/5/2012).
Klinik scanning
kanker di Helen Joseph Hospital telah melakukan 150 pap smear dalam
sebulan. Pap smear sendiri merupakan prosedur sederhana untuk
mendignosis kanker serviks dengan cara mengambil beberapa sel dari leher
rahim wanita untuk diuji apakah menunjukkan adanya abnormalitas.
Namun
bagi Firnhaber, yang lebih mengkhawatirkan adalah ada ratusan wanita
yang tidak terjangkau layanan kesehatan dan tidak bisa mendapatkan pap
smear.
Untuk mengatasi masalah ini, Firnhaber dan timnya
mengeksplorasi cara lain untuk membantu wanita-wanita tersebut. Karena
di beberapa negara tidak selalu ada laboratorium atau tenaga yang bisa
membaca tes pap smear jadi Firnhaber dan timnya menggunakan cuka sebagai
agen untuk mengidentifikasi sel-sel abnormal pada leher rahim.
"Di
daerah pedesaan atau daerah yang sumber dayanya lebih sedikit, mereka
tidak memiliki banyak ahli sitologi. Jadi metodologi lain yang telah
bekerja dengan baik adalah Anda mengambil beberapa sel dari leher rahim
dan meneteskan cuka di atasnya lalu tunggulah hingga warnanya berubah
menjadi putih," kata Firnhaber.
Perubahan ini kemudian dibekukan
dan disimpan untuk pemeriksaan lebih lanjut. Firnhaber mengatakan metode
ini bersifat ekonomis, baik bagi para wanita dan berbagai institusi
kesehatan.
"Anda cukup melatih perawat dalam waktu dua minggu dan
Anda tidak perlu dokter untuk melakukannya ataupun laboratorium, ahli
sitologi dan peralatan diagnosis berteknologi tinggi, bahkan hanya
dengan sekali kunjungan.
Ketika pasien masuk ke klinik, leher
rahimnya diolesi dengan cuka dan ketika ada kelainan dan memenuhi
beberapa kriteria tertentu maka para tenaga terlatih tadi diminta
membekukan itu. Setelah itu pasien diminta kembali dalam waktu 4-6
minggu lalu diawasi secara berkala," tambahnya.
Di Helen Joseph Clinic, para pasien diberikan pap smear dan tes cuka sekaligus.
Firnhaber
mengatakan meskipun metode cuka tidak sempurna karena akurasinya hanya
sekitar 70 persen, namun metode itu merupakan kabar baik bagi wanita
yang tidak memiliki akses untuk tes pap smear.
Firnhaber pun
mengatakan pada wanita yang mengalami HIV-positif, lebih banyak terlihat
sel abnormal di leher rahimnya dan hal itu lebih sering terjadi pada
pasien wanita yang usianya masih muda.
"Kanker serviks menjadi
penyakit yang sering dialami wanita usia menengah seperti pada usia 45,
50 maupun 55 tahun. Tapi kita melihat pergeseran hingga 10-15 tahun ke
bawah di Afrika Selatan.
Kami telah melihat wanita berusia 35,
30, bahkan 25 telah mengalami kanker serviks. Bahkan di klinik, kami
telah melihat kondisi wanita yang masih berumur 19 dan 20 yang leher
rahimnya sudah mengalami perubahan yang sangat parah. Padahal jika tidak
diobati, itu akan menyebabkan kanker serviks. Jadi hal ini
mengkhawatirkan," jelasnya.
Konselor HIV/AIDS di Orange Farm,
selatan Johannesburg, Lilly Xaba mengatakan karena ia sendiri mengidap
HIV-positif, ia pun memahami pentingnya pap smear secara teratur dan
mendorong seluruh wanita yang ia temui untuk melakukannya.
"Kami
mendidik wanita untuk tahu soal itu, terutama mereka yang mengalami
HIV-positif karena kondisi mereka rentan. Kami pun mendorong mereka
untuk mendapatkan pemeriksaan rutin sehingga mereka dapat menjalani
hidup sehat.
Dalam beberapa kasus, para wanita berbicara dengan
kami tentang gejala-gejala mereka dan sebagai konselor, Anda tahu
gejala-gejala yang mereka maksudkan merupakan kanker. Tetapi ketika kita
sarankan untuk memeriksakan diri, mereka cenderung menolak karena tak
mau jatuh sakit," terang Xaba.
Padahal menurut Xaba, jika para
wanita lebih bisa mengambil inisiatif untuk mengetahui kondisi tubuhnya
maka mereka akan mendapatkan bantuan lebih cepat. Dr Firnhaber
mengatakan metode pengujian cuka juga telah terbukti efektif mendeteksi
sel pra-kanker pada wanita pengidap HIV-positif dan HIV-negatif.
No comments:
Post a Comment
KOMENTAR ANDA SANGAT KAMI HARAPKAN UNTUK PENGEMBANGAN BLOG INI, TERIMA KASIH